Rabu, 08 Juni 2011

evaluasi

EVALUASI PENDERITA CEDERA KEPALA
Perawatan penderita cedera kepala bisa sulit karena umumnya mereka jarang kooperatif dan sering dibawah pengaruh alkohol atau obat. Sebagai penolong, anda harus memberikan perhatian lebih untuk hal-hal detail dan jangan menyerah dengan kesabaran karena penderita tidak kooperatif. Ingat selalu penilaian awal terhadap setiap penderita mengikuti urutan sebagai berikut:
þ   Lakukan pengamatan awal secara menyeluruh terhadap situasi penderita sebagai awal pemerksaan anda
þ   Bebaskan jalan nafas sejalan dengan stabilisasi servikal spinal dan lakukan penilaian awal terhadap tingkat kesadaran
þ   Penilaian pernafasan
þ   Penilaian sirkulasi dan pengendalian perdarahan utama
þ   Tentukan keputusan transportasi penderita dan intervensi kritikal
þ   Lakukan penilaian sekunder
ý    Tanda vital
ý    Riwayat SAMPLE :
ü      Symptoms (gejala),
ü      Allergies,
ü      Medications (obat-obatan),
ü      Past medical history (penyakit lain),
ü      Last oral intake (waktu makan atau minum yang terakhir),
ü      Events preceding the accidents (kejadian atau keadaan sebelum kecelakaan)
ý    Pemeriksaan dari kepala sampai kaki
ý    Pembalutan dan pembidaian lebih lanjut
ý    Monitor lebih lanjut
þ   Lakukan pemeriksaan ulang
PEMERIKSAAAN PRIMER
Pengawasan jalan nafas harus mendapat perhatian utama. Penderita yang terbaring mendapat sedasi, dan tidak sadar akan cenderung mengalami obstruksi jalan nafas karena lidah, darah, muntah atau secret. Muntah sering terjadi pada jam pertama setelah cedera kepala. Jalan nafas seharusnya dilindungi dengan intubasi endotracheal atau dengan menempatkan pelindung nafas oral atau nasal dan memposisikan penderita pada salah satu sisi (dalam hal tidak ada kecurigaan fraktur servikal), dan “suction” yang berkesinambungan. Intubasi endoktrakheal pada penderita cedera kepala seharusnya dilakukan dengan cepat dan lembut untuk menghindarkan penderita dari agitasi, tegang dan menahan nafas sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Sebelum mulai intubasi, lakukan ventilasi (jangan hiperventilasi) dengan oksigen tinggi. Hindarkan penderita cedera kepala dari hipoksia. Bahkan dengan satu episode hipoksia dapat menyebabkan efek yang bermakna terhadap mortalitas.
Secara umum, evaluasi cedera kepala dimulai dengan penilaian awal terhadap tingkat kesadaran penderita dengan berbicara dengan penderita.pemeriksaan neurologis penderita yang lebih detail dilakuakn pada survey sekunder. Jelasnya penderita dengan riwayat dan hasil pemeriksaan menunjukan suatu hematoma epidural harus lebih cepat dikirim di bandingkan dengan penderita sadar setelah mengalami gagar otak. Sangat penting untuk mencatat senua hasil observasi dan pemeriksaan karena pengobatan sering di tentukan oleh perubahan stabilitas keadaan klinis penderita. Tujuan evaluasi adalah untuk segera menentukan apakah penderita mengalami ceera otak, jika memang ada, apakah keadaan memburuk? Tingkat kesadaran merupakan indikator yang paling sensitif terhadap fungsi otak.
Sangat penting untuk mengetahui riwayat cedera secara menyeluruh jika memungkinkan keadaaan cedera kepala sangat penting untuk penatalaksanaan penderita dan merupakan faktor prognostik yang penting sehubungan dengan hasil akhir (out come), beri perhatian khusus pada penderita yang hampir mati tenggelam, luka bakar listrik, tersambar petir, penyalahgunaan obat, inhalasi asap, hypothermia, dan kejang selalu tanyakan tentang prilaku penderita dari saat kejadian cedera kepala hingga saat anda tiba.
Semua penderita cedera kepala dan cedera pada wajah akan mengalami cedera servikal spine hingga terbukti tidak. Stabilisasi servikal spine harus harus disertai dengan penatalaksanaan jalan nafas dan pernapasan. Selama survey primer, pemeriksaan neurologis hanya berkisar antara tingkat kesadaran dan adanya kelemahan motorik yang jelas, perubahan tingkat kesadaran, merupakan tanda cedera otak atau peningkatan tekanan intrakranial. Lanjutkan evaluasi anda dan laporkan hasilnya secara sederhana agar orang lain dapat memahami anda.
Metode AVPU cukup adekuat:
Ä  A : pasien sadar
Ä  V : penderita bereaksi terhadap rangsang bunyi
Ä  P : penderita bereaksi terhadap rangsang nyeri
Ä  U : penderita tidak bereaksi
PEMERIKSAAN SEKUNDER
Setelah pemeriksaan primer lengkap dan tercatat, mulai dengan scalp dan secara cepat serta hati-hati, lakukan pemeriksaan terhadap adanya cedera yang jelas seperti laserasi atau depressed atau fraktur terbuka.ukuran luka sering salah perkiraan karena luka tetutup oleh rambut yang kotor dan darah. Rasakan scalp secara hati-hati untuk mencari adanya daerah yang tidak stabil pada tengkorak. Jika tidak ditemukan anda dapat menempatkan balut tekan secara aman atau secara langsung menekan balutan luka untuk menghentikan perdarahan.
Fraktur basis kranii dapat ditandai dengan perdarahan dari telinga atau hidung, cairan bening keluar dari hidung, bengkak dan atau perubahan warna dibelakang telinga (battle’s sign), dan atau bengkak dan perubahan warna pada sekeliling kedua mata (raccoon eyes)
Pupil dikendalikan oleh sebagian nervus tiga. Nervus ini memiliki perjalanan yang panjang dalam tengkorak dan mudah mengalami kompresi oleh otak yang bengkak, jadi nervus ini dapat dipengaruhi oleh tekanan tinggi intrakranial. Setelah cedera kepala, jika kedua pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya, penderita mungkin telah mengalami cedera batang otak dan prognosisnya buruk. Jika pupil berdilatasi tetapi masih bereaksi terhadap cahaya, cedera tersebut biasanya masih reversible, jadi setiap usaha untuk membuat penderita segera tiba di tempat  yang dapat mengobati cedera kepala, harus segera dilakukan. Dilatasi pupil unilaterial yang masih reaktif terhadap cahaya mungkin merupakan tanda awal peningkatan tekanan intrakranial. Dilatasi pupil unilateral yang berkembang pada saat observasi anda merupakan keadaan yang sangat emergensi dan membutuhkan transportasi segera.
Penyebab lain pupil yang berdilatasi, baik yang bereaksi terhadap cahaya atau tidak, mencakup :
ý     hipotermia,
ý    tersambar petir,
ý    anoksia,
ý    cedera nervus optikus,
ý    efek obat (seperti atropine),
ý    atau cedera langsung pada mata.
Pupil yang mengalami dilatasi dan terfiksir memiliki makna pada cedera kepala, hanya pada penderita dengan penurunan tingkat kesadaran. Jika penderita memiliki tingkat kesadaran yang normal, dilatasi pupil bukan berasal dari cedera kepala.
Kedipan kelopak mata sering ditemukan pada histeris. Penutupan kelopak mata yang perlahan jarang ditemukan pada histeris. Jika batang otak masih baik, mata akan tetap sinkron (conjugate gaze) saat kepala diputar ke kiri dan ke kanan. Mata akan bergerak berlawanan arah dengan gerakan kepala. Karena keadaaan ini menyerupai gerakan bola mata boneka saat digerakan, pemeriksaan ini disebut refleks doll’s eyes (refleks okulosefalik) Test ini tidak pernah dilakukan terhadap penderita trauma yang mungkin mengalami cedera servikal, karena memutar kepala dari sisi ke sisi lain dapat menyebabkan cedera spinal cord yang irreversible.
Pemeriksaan reflek kedip (refleks kornea) dengan menyentuh kornea dan atau dengan pemeriksaan reaksi terhadap nyeri pada penderita merupakan tehnik yang tidak dapat dipercaya dan tidak penting untuk  ‘prehospital care’.
EKSTREMITAS, lakukan pemeriksaan fungsi sensorik dan monorik pada ekstremitas. Dapatkah penderita merasakan sentuhan pada tangan dan kaki? Jika penderita tidak sadar, periksalah rangsang nyeri atau kaki menandakan penderita secara kasar masih memiliki fungsi sensorik dan motorik yanga baik. Hal ini biasanya menandakan fungsi kortikal masih normal atau sedikit terganggu
Baik postur dekortikasi (fleksi lengan dan ekstensi tungkai) maupun deserebrasi (ekstensi lengan dan tungkai) merupakan tanda gangguan pada hemisfer serebral atau cedera batang otak bagian atas. Kelumpuhan flaccid biasanya menandakan cedera spinal cord.
Agar tetap konsisten dengan ‘revised trauma score’ dan system scoring lain yang digunakan dilapangan, anda harus terbiasa dengan GCS (Glasgow Coma Scale), yang mudah digunakan, sederhana, dan memiliki nilai prognostik saat mengevaluasi penderita. Pada penderita trauma, GSC 8 atau kurang menandakan cedera kepala berat.
TANDA VITAL, Tanda vital sangat penting pada penderita cedera kepala. Disebut sangat penting karena hal ini dapat menggambarkan perubahan tekanan intrakranial. Anda harus melakukan observasi dan mencatat tanda vital yang didapat selama survey sekunder dan setiap saat pemeriksaan ulang yang anda lakukan.
ý    Tekanan darah. pengkatan tekanan intrakranial menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebab lain terjadinya hipertensi termasuk rasa takut dan nyeri. Hypotensi yang berhubungan dengan cedera kepala biasanya disebabkan oleh syok perdarahan atau spinal dan harus diatasi sebagai mana pada perdarahan. Penderita cedera kepala tidak dapat mentoleransi hipotensi. Kejadian hipotensi satu kali (tek.Darah < 90 mmHg) pada orang dewasa akan meningkatkan mortalitas sebesar 150%. Berikan cairan IV untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 100-110 pada penderita cedera kepala
ý    Nadi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan denyut nadi menurun
ý    Respirasi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan frekuensi nafas meningkat, turun, dan atau menjadi irregular. Pola nafas yang tidak teratur menunjukan tingkat otak atau batang otak yang mengalami cedera sesaat sebelum kematian penderita akan menglami respirasi yang cepat, disebut hiperventilasi neurogenik sentral. Karena respirasi dipengaruhi banyak faktor (seperti rasa takut, histeris, cedera thoraks, cedera spinal cord, diabetes), kegunaannya sebagai indikator tidak sepenting tanda vital yang lain dalam pengawasan perjalanan cedera kepala
shock Cedera kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tekanan darah Menurun Meningkat
nadi meningkat Menurun
respirasi meningkat Bervariasi tetapi Umumnya menurun
Tingkat kesadaran menurun menurun
Glascow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kuantitatif (sebelumnya dilakukan penilaian kesadaran secara kualitatif seperti apatis, somnolen, koma dan hasil pengukuran tidak seragam antara pemeriksa satu dengan yang lain)  maka dilakukan pemeriksaan dengan skala GCS, dimana ada 3 indkator yang diperiksa yaitu reaksi mata, verbal dan motorik.
  1. 1. Reaksi membuka mata :
    1. Membuka mata dengan spontan                     : 4
    2. Membuka mata dengan rangsang suara        : 3
    3. Membuka mata dengan rangsang nyeri        : 2
    4. Tidak membuka mata dengan rangsang nyeri   : 1
  2. 2. Reaksi verbal :
    1. Menjawab dengan benar                                     : 5
    2. Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang            : 4
    3. Keluar kata dengan rangsang nyeri                   : 3
    4. Keluar suara tidak membentuk kata                 : 2
    5. Tidak keluar kata dengan rangsang apapun   : 1
  3. 3. Reaksi motorik :
    1. Mengikuti perintah                                                 : 6
    2. Melokalisir rangsang nyeri                                    : 5
    3. Menarik tubuh bila ada rangsang nyeri               : 4
    4. Reaksi fleksi abnormal dengan rangsang nyeri  : 3
    5. Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsang nyeri         : 2
    6. Tak ada gerakan dengan rangsang nyeri             : 1
Berdasarkan skala Glascow Coma Scale (GCS), maka cedera kepala dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
  1. Cedera kepala ringan : GCS : 13-15
  2. Cedera kepala sedang : GCS : 9-12
  3. Cedera kepala berat :    GCS : 3-8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan maka penilaian diberi label X. Misal pada kasus terdapat edema periorbital maka reaksi mata diberi nila Ex, pada pasien aphasia maka reaksi verbal diberi nilai Vx sedang bila penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai VT
PENILAIAN  ULANG
Setiap kali anda melakukan penilaian ulang, catatlah tingkat kesadaran, ukuran pupil, dan reaksi pupil terhadap cahaya. Hal ini sejalan dengan keadaan vital penderita akan memberikan informasi yang cukup untuk mengawali kondisi penderita cedera kepala
Keputusan dalam penatalaksanaan penderita cedera kepala di buat atas dasar perubahan semua parameter pemeriksaan fisik dan neurologis. Anda membuat penilaian awal untuk menjadi dasar bagi pengambilan keputusan selanjutnya, catatlah hasil observasi anda
PENATALAKSANAAN PENDERITA CEDERA KEPALA
Tidak ada tindakan khusus yang dapat anda lakukan terhadap penderit cedera kepala di tempat kejadian. Penting sekali melakukan pemeriksaan cepat dan mengirim penderita ke pusat yang memiliki fasilitas yang mampu menangani penderita cedera kepala sebelum sampai di rumah sakit antar lain:
ý    Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigenasi yang baik. Otak tidak mampu mentoleransi hipoksia, sehinggga kebutuhan oksigenasi adalah mutlak. Jika penderita koma, harus dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal. Hal ini mencegah aspirasi dan memungkinkan oksigenasi serta ventilasi yang lebih baik karena penderit cedera kepala cenderung mengalami muntah, persiapan untuk immobilisasi ‘log-roll’ terhadap penderita dan lakuakn suction pada oropharynx, terutama jika tidak dipasang endotracheal tube.
ý    Stabilisasi penderita  dengan papan spine. Leher harus diimmobilisasi dengan kollar kaku dan peralatan immobilisasi  yang menjadi tumpuan kepala
ý    Lakukan pencatatan hasil pengamatan awal. Catat tekanan darah, respirasi (frekuensi dan pola), pupil (ukuran dan reaksi terhadap cahaya), sensasi dan aktifitas motorik spontan, juga catat nilai GCS. Jika penderita mengalami hipotensi, curigai adanya perdarahan atau cedera spinal
ý    Sering lakukan pengamatan ulang dan catat secara berurutan
ý    Pasang dua infuse dengan iv catheter yang berukuran besar. Dahulu ada pemikiran untuk membatasi cairan pada penderit cedera kepala. Sudah dibuktikan bahwa bahaya terjadinya bengkak otak lebih sering disebabkan oleh hipotensi dibandingkan pemberian cairan
MASALAH YANG POTENSIAL
Selalu antisipasi adanya cedera spinal pada penderita cedera kepala
ý    Kejang. Cedera kepala, khususnya perdarahan intrakranial, dapat menyebabkan kejang. Penderita kejang menjadi hipoksia dan hipertermia, jadi kejang yang terus menerus dapat memperburuk keadaan. Anda dapat memberikan obat-obatan intravena untuk mengendalikan kejang. Tidak jarang bahwa kejang berhubungan dengan pernafasan yang buruk, jadi harus selalu bahwa oksigenasi dan ventilasi sangat penting.
ý    Muntah. Hampir semua penderita cedera kepala akan mengalami muntah. Anda harus selalu waspada untuk mencegah aspirasi. Jika penderita tidak sadar, harus di intubasi. Disamping itu siapkan suction mekanik dan siapkan penderita untuk di log-roll ke salah satu sisi (pertahankan immobilisasi terhadap cervical spine)
ý    Keadaan perburukan yang cepat. Seorang penderita yang cepat memperlihatkan perburukan tanda vital atau cedera otak yang progesif memburuk (cth dilatasi pupil, postur dekortikasi atau deserebrasi) harus segera dikirimkan ke pusat trauma. Ini merupakan keadaan dimana hiperventilasi masih merupakan indikasi hiperventilasi, walaupun diketahui dapat menyebabkan iskemia, dapat mengurangi bengkak otak sementara. walaupun ini merupakan usaha yang sia-sia tetapi hal ini dapat memberikan waktu untuk membawa penderita ke meja operasi sebagai tindakan penyelamatan hidup. Anda juga dapat memberikan mannitol atau furosemid secara intravena. Lakukan pemberitahuan ke rumah sakit yang dituju agar dipersiapkan ahli bedah saraf dan kamar operasi sehingga semuanya telah siap pada saat anda tiba
ý    Shock. Pikirkan perdarahan atau shock spinal
ý    Gangguan metabolik. Ingat pemberian naloxon (narcan) pada penderita dengan ganguan status mental jika dicurigai adanya penggunaan obat narkotika. Ingat pemberian thiamine dan dekstrosa pada penderita diabetes dengan gangguan kesadaran, alkoholik atau penderita yang mungkin mengalami hipoglikemia.
KESIMPULAN
Cedera kepala merupakan komplikasi trauma yang serius. Agar memberikan terbaik untuk sembuh bagi penderita, anda harus terbiasa dengan anatomi penting pada kepala dan system susunan saraf pusat, dan memahami bagaimana penampilan klinis utama pada berbagai bagian tubuh. Hal terpenting pada penatalaksanaan cedera kepala adalah pemeriksaan yang cepat, penatalaksanaan jalan nafas yang baik, pencegah hipotensi, rujukan segera ke pusat trauma, dan pemeriksaan yang berulang-ulang. Juga pencatatan hasil pemeriksaan yang demikian penting untuk pengambilan keputusan dalam penatalaksanaan penderita. .

implementasi

implementasi halusinasi 
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1: Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perubahan sensori perseptual : halusinasi.
1. Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1.) Salam terapeutik – perkenalan diri – jelaskan tujuan – ciptakan lingkungan yang tenang – buat kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik).
2.) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3.) Empati.
4.) Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan.

b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan :
1.) Kontak sering dan singkat.
2.) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal).
3.) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak. Katakan perawat akan membantu.
4.) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
5.) Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi.

c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan :
1.) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi.
2.) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara baru untuk mengontrol halusinasinya.
3.) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi : bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “saya tidak mau dengar.”
4.) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan.
5.) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian jika berhasil.
6.) Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi.

d. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
1.) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2.) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan :
1.) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
2.) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu).
3.) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4.) Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.




Diagnosa 2: Perubahan sensori perseptual : halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
1. Tujuan Umum: Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tindakan :
1.) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetutik
2.) apa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
3.) Perkenalkan diri dengan sopan
4.) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
5.) Jelaskan tujuan pertemuan
6.) Jujur dan menepati janji
7.) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
8.) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Rasional :
1.) Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.
2.) Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
3.) Pujian yang realistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian
Tindakan:
1.) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3.) Utamakan memberikan pujian yang realistik




c. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Rasional :
1.) Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasyarat untuk berubah.
2.) Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri memotivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya
Tindakan:
1.) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2.) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.

d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Rasional :
1.) Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
2.) Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.
3.) Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan
Tindakan:
1.) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
a.) Kegiatan mandiri
b.) Kegiatan dengan bantuan sebagian
c.) Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
2.) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3.) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
4.) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Rasional :
1.) Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien
2.) Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
3.) Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan yang bisa dilakukan
Tindakan:
1.) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2.) Beri pujian atas keberhasilan klien
3.) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Rasional:
1.) Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah.
2.) Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan klien.
3.) Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
Tindakan:
1.) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
2.) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
3.) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

perencanan untuk mencegah cidera

CIDERA KEPALA
A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
  1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
  2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
  1. Cidera kepala terbuka
  2. Cidera kepala tertutup

1. Cidera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di depan:
  1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan arachnoidal.
  2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
  3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan karena trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri.

2. Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr. Capitis).

a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna “pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).

E. Pemeriksaan diagnostik
  1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).

  1. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
  1. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
  1. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
  1. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
  1. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
  1. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
  • Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen membran lain dari kerusakan.
  • Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
  • Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
  • Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
  • Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
  • Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

diagnosa keperawatan

Gangguan Sistem Penglihatan Pada Lansia (Asuhan Keperawatan)

Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jarak pada otak ke lobus oksipital di mana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, di antaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis balk pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembapkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas. Semua hal di atas dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
1. Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut
- Ukuran pupil mengecil.
- Pemakaian kacamata.
- Penglihatan ganda.
- Sakit pada mata seperti glaukoma dan katarak.
- Mata kemerahan.
- Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan).
- Kesulitan memasukkan benang ke lubang jarum.
- Permintaan untuk membedakan kalimat.
- Kesulitan/kebergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB, serta berpindah).
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut:
- Gangguan persepsi sensorik: penglihatan.
- Risiko cedera: jatuh.
- Gangguan mobilitas fisik.
- Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
- Kurang pengetahuan.
- Kecemasan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut:
- Kaji penyebab adanya gangguan penglihatan pada klien.
- Pastikan objek yang dilihat dalam lingkup lapang pandang klien.
- Beri waktu lebih lama untuk memfokuskan sesuatu.
- Bersihkan mata, apabila ada kotoran gunakan kapas basah dan bersih.
- Kolaborasi untuk penggunaan alat bantu, penglihatan seperti kacamata dan penatalaksanaan medis untuk katarak.
- Berikan penerangan yang cukup.
- Hindari cahaya yang menyilaukan.
- Tulisan dicetak tebal dan besar untuk menandai atau pemberian informasi tertulis.
- Periksa kesehatan mata secara berkala.

Pengkajian klien dengan gangguan persepsi sensori

A. Pendahuluan
Kesadaran sesorang akan dunianya ditentukan oleh mekanisme neural yang mengolah informasi yang diterima. Llangkah awal pada pengolahan ini adalah transformasi energi stimulus menjadi potensial reseptor lalu menjadi potensial aksi pad serabut saraf. Pola potensial aksi pada serabut saraf tertentu adalh kode yang memberikan informasi mengenai dunia, meskipun seringkali kode yang disampaikan berbeda dari apa yang ingin disampaikan.
Sistem sensori adalah bagian dari sistem saraf yang terdiri dari reseptor sensori yang menerima rangsangan dari lingkungan eksternal maupun internal, jalur neural yang yang menyalurkan informasi dari reseptor ke otak dan bagian otak yang terutama bertugas mengolah informasi tersebut. Informasi yang diolah oleh sistem sensori mungkin dapat menyadarkan kita tentang adanya stimulus, namun bisa juga kita tidak menyadari adanya stimulus tertentu. Tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut menggugah kesadaran kita atau tidak, informasi tersebut adalah informasi sensori. Bila informasi tersebut menggugah kesadaran maka dapat pula disebut sebagai sensasi. Pemahaman mengenai sensasi disebut dengan persepsi, sebagai contoh,merasakan nyeri adalah sensasi, namun kesadaran bahwa gigi saya terasa sakit adalah persepsi.
Tampak bahwa sistem sensori beroperasi seperti peralatan listrik, misalnya bisa dilihat banyak analogi antara sistem sensori pendengaran dengan telephone, bedanya hanya pada hasil akhirnya. Pada telephone hasil akhirnya adalh suara yang
sama dari yang sebelumnya di ubah terlebih dahulu menjadi sinyal listrik, sedangkan pada pendengaran hasil akhirnya adalah sesuatau yang kita anggap sebagai suara.
B. Gangguan sensori
Pengertian :
Gangguan sensorik indera adalah : perubahan dalam persepsi derajat serta jenis reaksi seseorang yang diakibatkan oleh meningkat menurun atau hilangnya rangsangan indera
Gejala- gejala umum :
- Halusinasi dan atau waham
- Menarik diri
- Sikap bermusuhan yaitu dengan mencari petugas
- Perasaan yang tidak adekuat, suka menangis
- bingung atau disorientasi waktu, tempt dan perorangan
- gangguan indera misalnya: penciuman, perabaan, penglihatan dan pendengaran
- ganguan psikomotorik
- timbul kebosanan an gelisah
hal- hal yang menyebabkan gangguan sensorik :
 tersekap dalam ruangan yang sempit
 tersekap dalam ruangan yang tidak berjendela
 rangsangan dari luar secara terus- menerus, misalnya penerangan lampu, suaara tau kerumunan orang.
 Kurangnya rangsangan baru
 Penempatan klien lansia dalam ruangan yang terisolasi.
C. MASALAH SENSORI PADA LANSIA
a. Mata atau penglihatan
Mata dan pendengaran merupakan bagian yang vital dalam kehidupan untuk pemenuhan hidup sehari-hari, terkadang perubahan yang terjadi pada mata dan telinga dapat menurunkan kemampuan beraktifitas. Para lansia yang memilih masalh mata dan telinga menyebabkan orang tersebut mengalami isolasi sosial dan penurunan perawatan diri sendiri.
1. Mata normal
Mata merupakan organ penglihatan, bagian-bagian mata terdiri dari sklera, koroid dan retina. Sklera merupakan bagian mata yang terluar yang terlihat berwarna putih, kornea adalah lanjutan dari sklera yang berbentuk transparan yang ada didepan bola mata, cahaya akan masuk melewati bola mata tersebutsedangkan koroid merupakan bagian tengah dari bola mata yang merupakan pembuluh darah. Dilapisan ketiga merupakan retina, cahaya yang masuk dalm retina akan diputuskan leh retina dengan bantuan aqneous humor,lensa dan vitous humor. Aqueous humor merupakan cairan yang melapisi bagian luar mata, lensa merupakan bagian transparan yang elastis yang berfungsi untuk akomodasi.
2. Hubungan usia dengan mata
Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan lensa pada mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan untuk melihat benda-bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang mengalami penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut presbiopi.
5 masalah yang muncul ada lansia :
1. Penurunan kemampuan penglihatan
2. ARMD ( agp- relaed macular degeneration )
3. glaucoma
4. Katarak
5. Entropion dan ekstropion
1.1 Penurunan kemampuan penglihatan
Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah progesifitas dan pupil kekunningan pada lensa mata, menurunnya vitous humor, perubahan ini dapat mengakibatkan berbagai masalah pada usia lanjut seperti : mata kabur, hubungan aktifitas sosial, dan penampialan ADL, pada lansia yang berusia lebih dari 60 tahun lensa mata akan semakin keruh, beberapa orang tidak mengalami atau jarang mengalami penurunan penglihatan seirinng dengan bertambahnya usia.
2.2 ARMD ( Age- related macular degeneration )
ARMD terjadi pad usia 50-65 tahun dibeberapa kasus ini mengalami peningkatan makula berada dib
elakang lensa sedangkan makula sendiri berfungsi untuk ketajaman penglihatan dan penglihatan warna, kerusakan makula akan menyebabkan sesorang mengalami gangguan pemusatna penglihatan.
Tanda dan gejala ARMD meliputi : penglihatan samara-samar dan kadang-kadang menyebabkan pencitraan yang salah. Benda yang dilihat tidak sesuai dengan kenyataan, saat melihat benda ukuran kecil maka akan terlihat lebih kecil dan garis lurus akan terlihat bengkok atau bahkan tidak teratur. Pada dasarnya orang yang ARMD akan mengalami gangguan pemusatan penglihatan, peningkatan sensifitas terhadap cahaya yang menyilaukan, cahaya redup dan warna yang tidak mencolok. Dalam kondisi yang parah dia akan kehilangan penglihatan secara total. Pendiagnosaan dilakukan oleh ahli oftomologi dengan bantuan berupa test intravena fluorerensi angiografy.
Treatment
Beberapa kasus dalam ARMD dapat dilakukan dengan tembok laser (apabila akondisi tidak terlalu parah) pelaksanaan dalam keperawatan adalah membantu aktifitas sehari-harinya, membantu perawatan diri dan memberikan pendidikan tentang ARMD.
3.3 Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada lansia usia 60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa diobati namun dengan medikasi dan pembedahan mampu mengurangi kerusakan pada mata akibat glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler ( IOP ) pada kebanyakan orang disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai akibat adanya hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih berisi O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
Populasi yang berbeda cenderung untuk menderita tipe glaukoma yang berbeda pula pada suhu Afrika dan Asia lebih tinggi resikonnya di bandinng orang kulit putih, glaukoma merupakan penyebab pertama kebutuhan di Asia.
Tipe glaukoma ada 3 yaitu :
1. Primary open angle Gloueoma (glaukoma sudut terbuka)
2. Normal tenion glukoma (glaucoma bertekanan normal)
3. Angel clousure gloukoma (Glaukoma sudut tertutup)
1.1 Primary open angel gloukoma
Tipe ini merupakan yang paling umum terjadi terutama lansia usia > 50 tahun. Penyebabnya adalah peningkatan tekanan di dalam bola mata yang berfungsi secara perlahan, rata-rata tekanan normal bola mata adalah 14- 16 mmHg. Tekanan 20mmHg masih dianggap normal namun bila lebih dari 22 diperkirakan menderita glaukoma dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tekanan bola mata yang meningkat dapat membahayakan dan menghacurkan sel-sel mata. Setelah terjadi kehancuran sel-sel tersebut maka munculah bintik-bintik yang akan lapang pandang bintik ini dimulai dari tepi atau daerah yang lebih luar dari satu lapang pandangan. Tidak ada gejala yang nyata dengan glaukoma sudut terbuka, sehingga susah untuk didiagnosa. Penderita tidak merasakan adanya nyeri dan sering tidak disadari.
2.1 Normal tention glukoma
Glukoma bertekanan normal adaalh suatu keadaan dimana terjadi kerusakan yang progesif pada syaraf optikus dan kehilangan lapang pandangan meskipun tekanan bola mata normal. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada hubunganya (meski kecil) dengan kurangnya sel syaraf optikus yang membawa impuls ke retina menuju otak. Glukoma bertekanan normal ini sering terjadi pada orang yang mempunyai riwayat penyakit pembuluh darah, kebanyakan pada orang jepang atau wanita.
3.1 Angel closure glaukoma
Sudut antara iris dan kornea adalah menyempit, adanya gangguan pada cairan bola mata, peningkatan tekanan boala mata sangat cepat karena saluran cairan bola mata terhambat, tanda-tandanya muncul secara tiba-tiba dan penanganan secara cepat dibutuhkan untuk kerusakan mata secara permanen.
Diliteratur lain disebutkan bahwatipe glaukoma selain di atas antara lain pigmentary glukoma, congenitak glukoma, secondary glaukoma. Secara umum tanda dan gejala yang muncul pada open gloukoma adalah sulit untuk diidentifikasi, kejadiannya berjalan sangat lambat, kehilangan sudut pandang dari tepi, penurunan kemampuan penglihatan. Sedangkan pada class gloukoma adalah munculsecara tiba-tiba adanya nyeri pada mata, sudut mata menyempit, mata memerah, kabur, neusea, vomite atau brodykardia bisa terjadi karena adanaya nyeri pada mata.
Treatment
Ketika tanda dan gejala sudah muncul segera lakukan pemeriksaan alatnya berupa tanometer ) Penangananya berupa :
 Tetes mata : cara ini merupakan cara umum dan sering dan harus dilakukan, sebagian klien dapat mendaptkan respon yang bagus dari obat namun beberapa juga tidak ada respon pemberian obat harus sesuai dengan tipe glaukoma.
 Bedah laser : ( trabukulopasty) ini dilakuka jika obat tetes mata tidak menghentikan glaukoma. Walaupun sudah dilaser obat harus diberikan
 Pembedahan (trabekulectomy) sebuah saluran dibuat untuk memungkinkan caira keluar, tindkan ini dapat menyelamatkan sisa penglihtan yang ada.
 Obat yang diperlukan :
a. Pilocarpine atau timololmalat
Yaitu untuk mencegah keparahan glaukoma dan menurunkan produk cairan yang yang menyebabkan gangguan pulmo dan detak jantung menurun. Betaxolol ( betotik ) direkomendasi bagi klien yang ,enderita asma atau eapisima, pilocarpine menyebabkan miosis ( kontriksi ) pupil tetapi mempu menormalkan tekanan boal mata, obat lain seperti : Brimohidrine, untuk menurinkan aquous humor.
b. Oral karbonik anhydrase inhibitor seperti acitamolamide (diamox ) yaitu untuk mengurangi cairan., obat ini menyebabkan depresi, fatique latorgy.
4.1 Katarak
Katarak adalah tertutupnya lensamata sehingga pencahayaan da fokusing terganggu (retina) katarak terjadi pada semua umur namun yang sering terjadi pada usia > 55 tahun. Tanda dan gejalanya berupa : Bertanbahnya gangguan penglihatan, pada saat membaca / beraktifitas memerlukan pencahayaan yang lebih, kelemahan melihat dimalam hari, penglihatan ganda.
Penanganna yang tepat adalah pembenahan untuk memperbaiki lensa mata yang rusak pembedahan dilakukan bila katarak sudah mengganggu aktifitas namun bila tidak mengganngu tidak perlu dilakukan pembedahan.
5.1 Entropi dan eutropi
Entropi dan eutropi terjadi pada lansia, kondisi ini tida menyebabkan gangguan penglihatan namun menyebabkan gangguan kenyamanan. Entropi adalh kelopak mata yang terbuka lebar ini menyebabkan mata memerah entropi terjadikarena adanya kelemahan pada otot konjungtifa.ektropi adalah penyempitan konjungtifa
b. Telinga atau pendengaran
Telinga berfungsi untuk mendengarkan suara dan alat keseimbangan tubuh, telinga dibagi 3 bagian : telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Bagian luar terdiri dari telinga luar sampai dengan membran tympani, telinga tengah terdiri dari kavum tympani (Maleus, innkus, stapes) antrum tympani, tuba auditiva eustachi sedang telinga dalam terdiri dari : labirintus osseous, labririntus membranous.
Gangguan pendengaran terjadi pada usia 65 tahun (55%) > 80 tahun mencapai 66% , gangguan pendengaran tidak hanya terjadi karena adanya penambahan usia seperti gangguan pendengaran karena konsumsi obat. Secara umum gangguan pendengaran ada 3 macam yaitu : gangguan pendengaran konjungtiva, ganguan pendengaran sensori dan campuran ( konjungtiva dan campuran ).
Ganguan pendengaran konjungtiva terjadi karena adanya gangguan telinga dibagian luar dan tengah, seseorang dapat terjadi tuli konduksi apabila terjadi gangguan pada meatus acustivus eksternus, membran tympani / ossiculas (maleus, incus, stapes) jika seseorang terjadi gangguan pada organ salah satu tersebut maka seseorang mengalami gangguan pendengaran konjungtiva, seseorang yang tuli konduksi berakibat kemampuan mendengar bunyi hantaran udara terganggu dan hanya mampu mendengar bunyi melalui hantaran tulang.
a. Tuli
Persepsi sensori terjadi apabila seseorang mengalami kelainan pada organ korti, saraf VIII (Vestibulocochelaris N) pusat pendengaran otak, keadaan pada seseorang yang tuli persepsi terjadi gangguan mendengar baik melalui hantaran udara maupun tulang.
b. Tinnitus
Selain yang disebutkan diatas, gangguan pendengaran yang lain adalah tinnitus, tinnitus merupakan gangguan pendengaran berupa ada suara di telinga (suara nging). Tinitus terjadi karena adanya gangguan pendengaran konduktif atau sensoris. Suara yang muncul seperti suara bising atau segala sesuatu yang membikin tidak nyaman. Tinnitus bisa juga terjadi karena adanya otoselorosis atau karena adanya ototxic obat yang dikonsumsi seperti gentamisin atau aspirin (terlampir).
Tinnitus bukan merupakan sebuah penyakit namun sebuah gejala dari adanya gangguan pendengaran bagaimanapun juga kondisi ini memunculkan banyak masalah, tinnitus kadang tidak dirasakan dalam lingkungan yang ramai namun akan sangat teras dilingkungan yang sepi. Beberapa orang tinnitus dapat menyebabkan kecemasan besar suara musik yang pelan adanya gaduhnya lingkungan dapat membantu mengalihkan suara dengung ditelinga.
Treatment
Management perawatan gangguan pendengaran pada lansia tergantung dari jenis gangguannya seperti alat bantu pendengaran hanya bisa digunakan walupun sedikit paa lansia dengan ganguan pendengaran konduktif dan tidak bisa digunakan untuk gangguan pendengaran sensori. Kebersihan liang telinga dari penumpukan serumen sangat membantu pendengaran lansia. Pembersih serumen dapat dilakukan dengan irigasi normal yang saling dihangatkan.
Alat bantu pendengaran bisa membantu fungsi pendengaran lansia yang telah berkurang. Namun, alat pendengaran tidak bisa menyelesaikan masalh karena pmakaian alat bantu pendengaran bagi beberapa orang menyebabkan rasa malu (sehingga tidak mau pakai). Hal ini membutuhkan bantuan dari ahli audiologi untuk dijadikan support dari sumber sugesti bagi penderita.
c. Pengecap dan pembau
Organ pengecap yang paling berperan adalah pada bagian depan, tepi dan belakang, rasa manis dan asin berada pada bagian ujung lidah, asam dibagian tepi sedang pahit dipangkal lidah. Fungsi pengecap akan berubah seiring bertambahnya usia. Kerusakan fungsi pengecap akan menyebabkan makan kurang bergairah terkadang seorang lansia perlu menambah jumlah garam karena dia merasa bahwa maskannya kurang asin (padahal sudah asin). Kenikmatan makan akan didukung oleh indra pembau, makan yang dibau akan merangsang mukosa hidung untuk menghantar impuls ke otak untuk menyimpulkan bahwa makan itu enak atau tidak. Ini

askep sensori

Anemia Hemolitik: Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, masing-masing satu dari orang tua. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. Tekanan oksidatif juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang masuk ke dalam sirkulasi, sehingga memperburuk proses patologi vaskular pada individu yang mengidap anemia sel sabit. Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit dan akibatnya terperangkap di dalam mikrosirkulasi. Hal ini menyebabkan penyumbatan aliran darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan. Meskipun bentuk sel sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi hemoglobin kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel-sel yang telah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa; kondisi ini mengakibatkan limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark (sel yang sudah mati) dari berbagai organ, terutama limpa dan tulang, dapat terjadi. Disfungsi multiorgan sering terjadi setelah beberapa tahun.
Kondisi-kondisi yang dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia, ansietas, demam, dan terpajan dingin. Karena limpa merupa-kan organ imun yang penting, infeksi, terutama yang disebabkan bakteri, umumnya dan sering menstimulasi krisis sel sabit.
Pada saat lahir, tanda anemia sel sabit mungkin tidak terlihat karena semua bayi memiliki kadar tinggi jenis hemoglobin yang berbeda, yaitu hemoglobin fetal (F). hemoglobin fetal tidak berbentuk sabit, tetapi hanya bertahan dalam waktu kira-kira 4 bulan setelah lahir. Pada saat inilah tanda penyakit mulai terlihat. Tanda-tanda ini termasuk gejala klasik anemia dan tanda yang berhubungan dengan karakteristik gangguan sumbatan yang sangat nyeri.
Individu pengidap anemia sel sabit membawa dua gen defektif dan akibatnya hanya memiliki hemoglobin S. Individu yang heterozigot untuk gen sel sabit (membawa satu gen defektif dikatakan membawa sifat sel sabit. Heterozigot biasanya menggambarkan hemoglobin S pada sekitar 30 sampai 40% sel darah merahnya, dengan hemoglobin normal dibawa oleh sel darah merah yang tersisa. Individu ini biasanya asimtomatik kecuali terpajan dengan kadar oksigen yang rendah, terutama ketika berolahraga.
Akar demografik anemia sel sabit mungkin terlacak di area endemik malaria. Sifat sel sabit terbukti memberi perlindungan terhadap kerusakan sel darah merah setelah terinfeksi mikroorganisme yang bertanggung jawab menyebabkan malaria. Diduga bahwa perlindungan ini memungkinkan gen sel untuk bertahan selama proses evolusi di daerah-daerah endemik malaria, seperti daerah khatulistiwa di Afrika. Sedangkan di Amerika Serikat, anemia sel sabit terutama diderita oleh individu yang memiliki darah keturunan dari area Afrika tersebut: mencapai sekitar 10% keturunan Afro-Amerika membawa sifat ini, dan kira-kira satu dari setiap 375 anak Afro Amerika lahir dengan penyakit ini. Gambar 12.4 memperlihatkan diagram chi square pewarisan genetik anemia sel sabit.
Gambaran Klinis
- Terdapat tanda anemia sistemik.
- Nyeri hebat yang intens akibat sumbatan vaskular pada serangan penyakit.
- Infeksi bakteri serius disebabkan kemampuan limpa untuk menyaring mikroorganisrne yang tidak adekuat.
- Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati, kadang menyebabkan krisis akut.
Perangkat Diagnostik
- Pada tahun 1949, Linus Pauling mengatakan bahwa anemia sel sabit merupakan penyakit molekuler, anggapan ini didasarkan pada perbedaan mobilitas elektroforetik hemoglobin di dalam sel darah pada pasien sel sabit homozigot (HbSS) dibandingkan dengan individu yang memiliki hemoglobin A normal dan heterozigot AS. Saat ini, hemoglobin elektroforesis digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoglobin sel sabit dan mengonfirmasi penyakit. Penapisan elektroforetik untuk hemoglobin normal pada bayi baru lahir merupakan perawatan standar di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya untuk memantau kelahiran bayi berisiko tinggi.
- Pemeriksaan darah serial menunjukkan penurunan hematokrit, hemoglobin, dan hitung sel darah merah.
- Pemeriksaan pranatal mengidentifikasi adanya status homozigot pada janin.

Komplikasi

- Insiden vaso-oklusif mengakibatkan infark jaringan yang dapat menyebabkan rasa nyeri yang intens dan disabilitas.
- Terperangkapnya darah secara tiba-tiba di dalam limpa, yang disebut sekuestrasi limpa, dapat mengakibatkan hipovolemia, syok, dan potensi kematian. Penyebab sekuestrasi limpa belum diketahui dengan pasti, tetapi dapat terjadi bersama demam dan nyeri. Limpa sering kali diangkat setelah kejadian sekuestrasi tersebut. Tidak adanya limpa berakibat menurunkan kemampuan individu berespons terhadap proses infeksi.
- Stroke yang menyebabkan kelemahan, kejang, atau ketidakmampuan berbicara dapat terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah otak.
- Krisis aplastik, dapat terjadi selama sumsum tulang menghentikan sementara proses eritropoiesis.
- Nekrosis avaskular dari tulang panjang kaki atau lengan dapat terjadi karena oklusi atau penyumbatan. Dislokasi panggul merupakan sekuela yang umum terjadi akibat gangguan yang berat.
- Priapisme, ereksi yang lama dan menyakitkan, dapat terjadi akibat vaso-oklusif pembuluh darah penis; kondisi ini dapat menyebabkan impotensi pada beberapa kasus.
Penatalaksanaan
- Penapisan bayi baru lahir untuk anemia sel sabit memiliki perbaikan prognosis yang dramastis pada bayi penderita penyakit ini. Semua bayi yang teridentifikasi, diberi antibiotik profilaksis (penisilin atau eritromisin) untuk mencegah infeksi, sejak lahir sampai setidaknya berusia 5 tahun.
- Jika suatu saat terjadi demam atau berkembang tanda infeksi lainnya, anak harus segera dievaluasi dan diberi antibiotik parenteral. Kebanyakan anak yang mengalami demam harus dibawa ke rumah sakit.
- Ibuprofen atau asetaminofen harus diberikan untuk meredakan nyeri minor, dan obat nyeri yang lebih poten jika perlu.
- Semua anak usia imunisasi harus diberi imunisasi sesuai jadwal, dengan tambahan vaksin pneumokokus pada usia 2 tahun pertama dan dosis booster pada usia 5 tahun. Imunisasi yang sesuai jadwal dapat menurunkan penyebab utama kematian pada anakanak pengidap anemia sel sabit: infeksi yang berpotensi menjadi sepsis.
- Meningkatkan hidrasi setidaknya 1,5 sampai 2 kali dari kebutuhan normal dapat menurunkan tingkat keparahan kejadian vasooklusif atau sumbatan pembuluh darah.
- Menghindari situasi yang menyebabkan kadar oksigen rendah atau aktivitas yang memerlukan banyak oksigen.
- Terapi obat, termasuk sediaan hidroksiurea (suatu obat sitotoksik fase-S), dapat digunakan. Hidroksiurea memiliki efek langsung terhadap peningkatan volume sel dan peningkatan produksi hemoglobin janin. Tidak hanya hemoglobin janin yang tidak berbentuk sel sabit, tetapi juga meningkatkan afinitas untuk oksigen dibandingkan dengan hemoglobin orang dewasa. Obat lainnya dengan mekanisme yang hampir sama juga tersedia.
- Menggunakan agens penyekat saluran ion, anti-adhesi dan antiinflamasi yang mengganggu interaksi sel darah merah yang cedera—endotel, membatasi kerusakan vaskular yang berkaitan dengan gangguan.
- Transfusi sel darah merah sering kali diperlukan tetapi harus dibatasi jika mungkin untuk menurunkan risiko penyebaran agens infeksi.
- Transplantasi sumsum tulang dengan HLA donor yang sesuai dapat mengeliminasi produksi sel sabit, tetapi tidak akan memperbaiki kerusakan organ, dan memerlukan penggunaan imunosupresan seumur hidup untuk menghambat reaksi penolakan.
- Inhalasi oksida nitrat mungkin digunakan untuk mencegah
hipertensi pulmonalis yang berkaitan dengan anemia sel sabit.
- Konseling genetik untuk keluarga memungkinkan keputusan memiliki anak berdasarkan informasi.