Rabu, 08 Juni 2011

evaluasi

EVALUASI PENDERITA CEDERA KEPALA
Perawatan penderita cedera kepala bisa sulit karena umumnya mereka jarang kooperatif dan sering dibawah pengaruh alkohol atau obat. Sebagai penolong, anda harus memberikan perhatian lebih untuk hal-hal detail dan jangan menyerah dengan kesabaran karena penderita tidak kooperatif. Ingat selalu penilaian awal terhadap setiap penderita mengikuti urutan sebagai berikut:
þ   Lakukan pengamatan awal secara menyeluruh terhadap situasi penderita sebagai awal pemerksaan anda
þ   Bebaskan jalan nafas sejalan dengan stabilisasi servikal spinal dan lakukan penilaian awal terhadap tingkat kesadaran
þ   Penilaian pernafasan
þ   Penilaian sirkulasi dan pengendalian perdarahan utama
þ   Tentukan keputusan transportasi penderita dan intervensi kritikal
þ   Lakukan penilaian sekunder
ý    Tanda vital
ý    Riwayat SAMPLE :
ü      Symptoms (gejala),
ü      Allergies,
ü      Medications (obat-obatan),
ü      Past medical history (penyakit lain),
ü      Last oral intake (waktu makan atau minum yang terakhir),
ü      Events preceding the accidents (kejadian atau keadaan sebelum kecelakaan)
ý    Pemeriksaan dari kepala sampai kaki
ý    Pembalutan dan pembidaian lebih lanjut
ý    Monitor lebih lanjut
þ   Lakukan pemeriksaan ulang
PEMERIKSAAAN PRIMER
Pengawasan jalan nafas harus mendapat perhatian utama. Penderita yang terbaring mendapat sedasi, dan tidak sadar akan cenderung mengalami obstruksi jalan nafas karena lidah, darah, muntah atau secret. Muntah sering terjadi pada jam pertama setelah cedera kepala. Jalan nafas seharusnya dilindungi dengan intubasi endotracheal atau dengan menempatkan pelindung nafas oral atau nasal dan memposisikan penderita pada salah satu sisi (dalam hal tidak ada kecurigaan fraktur servikal), dan “suction” yang berkesinambungan. Intubasi endoktrakheal pada penderita cedera kepala seharusnya dilakukan dengan cepat dan lembut untuk menghindarkan penderita dari agitasi, tegang dan menahan nafas sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Sebelum mulai intubasi, lakukan ventilasi (jangan hiperventilasi) dengan oksigen tinggi. Hindarkan penderita cedera kepala dari hipoksia. Bahkan dengan satu episode hipoksia dapat menyebabkan efek yang bermakna terhadap mortalitas.
Secara umum, evaluasi cedera kepala dimulai dengan penilaian awal terhadap tingkat kesadaran penderita dengan berbicara dengan penderita.pemeriksaan neurologis penderita yang lebih detail dilakuakn pada survey sekunder. Jelasnya penderita dengan riwayat dan hasil pemeriksaan menunjukan suatu hematoma epidural harus lebih cepat dikirim di bandingkan dengan penderita sadar setelah mengalami gagar otak. Sangat penting untuk mencatat senua hasil observasi dan pemeriksaan karena pengobatan sering di tentukan oleh perubahan stabilitas keadaan klinis penderita. Tujuan evaluasi adalah untuk segera menentukan apakah penderita mengalami ceera otak, jika memang ada, apakah keadaan memburuk? Tingkat kesadaran merupakan indikator yang paling sensitif terhadap fungsi otak.
Sangat penting untuk mengetahui riwayat cedera secara menyeluruh jika memungkinkan keadaaan cedera kepala sangat penting untuk penatalaksanaan penderita dan merupakan faktor prognostik yang penting sehubungan dengan hasil akhir (out come), beri perhatian khusus pada penderita yang hampir mati tenggelam, luka bakar listrik, tersambar petir, penyalahgunaan obat, inhalasi asap, hypothermia, dan kejang selalu tanyakan tentang prilaku penderita dari saat kejadian cedera kepala hingga saat anda tiba.
Semua penderita cedera kepala dan cedera pada wajah akan mengalami cedera servikal spine hingga terbukti tidak. Stabilisasi servikal spine harus harus disertai dengan penatalaksanaan jalan nafas dan pernapasan. Selama survey primer, pemeriksaan neurologis hanya berkisar antara tingkat kesadaran dan adanya kelemahan motorik yang jelas, perubahan tingkat kesadaran, merupakan tanda cedera otak atau peningkatan tekanan intrakranial. Lanjutkan evaluasi anda dan laporkan hasilnya secara sederhana agar orang lain dapat memahami anda.
Metode AVPU cukup adekuat:
Ä  A : pasien sadar
Ä  V : penderita bereaksi terhadap rangsang bunyi
Ä  P : penderita bereaksi terhadap rangsang nyeri
Ä  U : penderita tidak bereaksi
PEMERIKSAAN SEKUNDER
Setelah pemeriksaan primer lengkap dan tercatat, mulai dengan scalp dan secara cepat serta hati-hati, lakukan pemeriksaan terhadap adanya cedera yang jelas seperti laserasi atau depressed atau fraktur terbuka.ukuran luka sering salah perkiraan karena luka tetutup oleh rambut yang kotor dan darah. Rasakan scalp secara hati-hati untuk mencari adanya daerah yang tidak stabil pada tengkorak. Jika tidak ditemukan anda dapat menempatkan balut tekan secara aman atau secara langsung menekan balutan luka untuk menghentikan perdarahan.
Fraktur basis kranii dapat ditandai dengan perdarahan dari telinga atau hidung, cairan bening keluar dari hidung, bengkak dan atau perubahan warna dibelakang telinga (battle’s sign), dan atau bengkak dan perubahan warna pada sekeliling kedua mata (raccoon eyes)
Pupil dikendalikan oleh sebagian nervus tiga. Nervus ini memiliki perjalanan yang panjang dalam tengkorak dan mudah mengalami kompresi oleh otak yang bengkak, jadi nervus ini dapat dipengaruhi oleh tekanan tinggi intrakranial. Setelah cedera kepala, jika kedua pupil mengalami dilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya, penderita mungkin telah mengalami cedera batang otak dan prognosisnya buruk. Jika pupil berdilatasi tetapi masih bereaksi terhadap cahaya, cedera tersebut biasanya masih reversible, jadi setiap usaha untuk membuat penderita segera tiba di tempat  yang dapat mengobati cedera kepala, harus segera dilakukan. Dilatasi pupil unilaterial yang masih reaktif terhadap cahaya mungkin merupakan tanda awal peningkatan tekanan intrakranial. Dilatasi pupil unilateral yang berkembang pada saat observasi anda merupakan keadaan yang sangat emergensi dan membutuhkan transportasi segera.
Penyebab lain pupil yang berdilatasi, baik yang bereaksi terhadap cahaya atau tidak, mencakup :
ý     hipotermia,
ý    tersambar petir,
ý    anoksia,
ý    cedera nervus optikus,
ý    efek obat (seperti atropine),
ý    atau cedera langsung pada mata.
Pupil yang mengalami dilatasi dan terfiksir memiliki makna pada cedera kepala, hanya pada penderita dengan penurunan tingkat kesadaran. Jika penderita memiliki tingkat kesadaran yang normal, dilatasi pupil bukan berasal dari cedera kepala.
Kedipan kelopak mata sering ditemukan pada histeris. Penutupan kelopak mata yang perlahan jarang ditemukan pada histeris. Jika batang otak masih baik, mata akan tetap sinkron (conjugate gaze) saat kepala diputar ke kiri dan ke kanan. Mata akan bergerak berlawanan arah dengan gerakan kepala. Karena keadaaan ini menyerupai gerakan bola mata boneka saat digerakan, pemeriksaan ini disebut refleks doll’s eyes (refleks okulosefalik) Test ini tidak pernah dilakukan terhadap penderita trauma yang mungkin mengalami cedera servikal, karena memutar kepala dari sisi ke sisi lain dapat menyebabkan cedera spinal cord yang irreversible.
Pemeriksaan reflek kedip (refleks kornea) dengan menyentuh kornea dan atau dengan pemeriksaan reaksi terhadap nyeri pada penderita merupakan tehnik yang tidak dapat dipercaya dan tidak penting untuk  ‘prehospital care’.
EKSTREMITAS, lakukan pemeriksaan fungsi sensorik dan monorik pada ekstremitas. Dapatkah penderita merasakan sentuhan pada tangan dan kaki? Jika penderita tidak sadar, periksalah rangsang nyeri atau kaki menandakan penderita secara kasar masih memiliki fungsi sensorik dan motorik yanga baik. Hal ini biasanya menandakan fungsi kortikal masih normal atau sedikit terganggu
Baik postur dekortikasi (fleksi lengan dan ekstensi tungkai) maupun deserebrasi (ekstensi lengan dan tungkai) merupakan tanda gangguan pada hemisfer serebral atau cedera batang otak bagian atas. Kelumpuhan flaccid biasanya menandakan cedera spinal cord.
Agar tetap konsisten dengan ‘revised trauma score’ dan system scoring lain yang digunakan dilapangan, anda harus terbiasa dengan GCS (Glasgow Coma Scale), yang mudah digunakan, sederhana, dan memiliki nilai prognostik saat mengevaluasi penderita. Pada penderita trauma, GSC 8 atau kurang menandakan cedera kepala berat.
TANDA VITAL, Tanda vital sangat penting pada penderita cedera kepala. Disebut sangat penting karena hal ini dapat menggambarkan perubahan tekanan intrakranial. Anda harus melakukan observasi dan mencatat tanda vital yang didapat selama survey sekunder dan setiap saat pemeriksaan ulang yang anda lakukan.
ý    Tekanan darah. pengkatan tekanan intrakranial menyebabkan peningkatan tekanan darah. Sebab lain terjadinya hipertensi termasuk rasa takut dan nyeri. Hypotensi yang berhubungan dengan cedera kepala biasanya disebabkan oleh syok perdarahan atau spinal dan harus diatasi sebagai mana pada perdarahan. Penderita cedera kepala tidak dapat mentoleransi hipotensi. Kejadian hipotensi satu kali (tek.Darah < 90 mmHg) pada orang dewasa akan meningkatkan mortalitas sebesar 150%. Berikan cairan IV untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 100-110 pada penderita cedera kepala
ý    Nadi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan denyut nadi menurun
ý    Respirasi, peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan frekuensi nafas meningkat, turun, dan atau menjadi irregular. Pola nafas yang tidak teratur menunjukan tingkat otak atau batang otak yang mengalami cedera sesaat sebelum kematian penderita akan menglami respirasi yang cepat, disebut hiperventilasi neurogenik sentral. Karena respirasi dipengaruhi banyak faktor (seperti rasa takut, histeris, cedera thoraks, cedera spinal cord, diabetes), kegunaannya sebagai indikator tidak sepenting tanda vital yang lain dalam pengawasan perjalanan cedera kepala
shock Cedera kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tekanan darah Menurun Meningkat
nadi meningkat Menurun
respirasi meningkat Bervariasi tetapi Umumnya menurun
Tingkat kesadaran menurun menurun
Glascow Coma Scale (GCS)
Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kuantitatif (sebelumnya dilakukan penilaian kesadaran secara kualitatif seperti apatis, somnolen, koma dan hasil pengukuran tidak seragam antara pemeriksa satu dengan yang lain)  maka dilakukan pemeriksaan dengan skala GCS, dimana ada 3 indkator yang diperiksa yaitu reaksi mata, verbal dan motorik.
  1. 1. Reaksi membuka mata :
    1. Membuka mata dengan spontan                     : 4
    2. Membuka mata dengan rangsang suara        : 3
    3. Membuka mata dengan rangsang nyeri        : 2
    4. Tidak membuka mata dengan rangsang nyeri   : 1
  2. 2. Reaksi verbal :
    1. Menjawab dengan benar                                     : 5
    2. Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang            : 4
    3. Keluar kata dengan rangsang nyeri                   : 3
    4. Keluar suara tidak membentuk kata                 : 2
    5. Tidak keluar kata dengan rangsang apapun   : 1
  3. 3. Reaksi motorik :
    1. Mengikuti perintah                                                 : 6
    2. Melokalisir rangsang nyeri                                    : 5
    3. Menarik tubuh bila ada rangsang nyeri               : 4
    4. Reaksi fleksi abnormal dengan rangsang nyeri  : 3
    5. Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsang nyeri         : 2
    6. Tak ada gerakan dengan rangsang nyeri             : 1
Berdasarkan skala Glascow Coma Scale (GCS), maka cedera kepala dapat dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
  1. Cedera kepala ringan : GCS : 13-15
  2. Cedera kepala sedang : GCS : 9-12
  3. Cedera kepala berat :    GCS : 3-8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan maka penilaian diberi label X. Misal pada kasus terdapat edema periorbital maka reaksi mata diberi nila Ex, pada pasien aphasia maka reaksi verbal diberi nilai Vx sedang bila penderita dilakukan tracheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai VT
PENILAIAN  ULANG
Setiap kali anda melakukan penilaian ulang, catatlah tingkat kesadaran, ukuran pupil, dan reaksi pupil terhadap cahaya. Hal ini sejalan dengan keadaan vital penderita akan memberikan informasi yang cukup untuk mengawali kondisi penderita cedera kepala
Keputusan dalam penatalaksanaan penderita cedera kepala di buat atas dasar perubahan semua parameter pemeriksaan fisik dan neurologis. Anda membuat penilaian awal untuk menjadi dasar bagi pengambilan keputusan selanjutnya, catatlah hasil observasi anda
PENATALAKSANAAN PENDERITA CEDERA KEPALA
Tidak ada tindakan khusus yang dapat anda lakukan terhadap penderit cedera kepala di tempat kejadian. Penting sekali melakukan pemeriksaan cepat dan mengirim penderita ke pusat yang memiliki fasilitas yang mampu menangani penderita cedera kepala sebelum sampai di rumah sakit antar lain:
ý    Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigenasi yang baik. Otak tidak mampu mentoleransi hipoksia, sehinggga kebutuhan oksigenasi adalah mutlak. Jika penderita koma, harus dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal. Hal ini mencegah aspirasi dan memungkinkan oksigenasi serta ventilasi yang lebih baik karena penderit cedera kepala cenderung mengalami muntah, persiapan untuk immobilisasi ‘log-roll’ terhadap penderita dan lakuakn suction pada oropharynx, terutama jika tidak dipasang endotracheal tube.
ý    Stabilisasi penderita  dengan papan spine. Leher harus diimmobilisasi dengan kollar kaku dan peralatan immobilisasi  yang menjadi tumpuan kepala
ý    Lakukan pencatatan hasil pengamatan awal. Catat tekanan darah, respirasi (frekuensi dan pola), pupil (ukuran dan reaksi terhadap cahaya), sensasi dan aktifitas motorik spontan, juga catat nilai GCS. Jika penderita mengalami hipotensi, curigai adanya perdarahan atau cedera spinal
ý    Sering lakukan pengamatan ulang dan catat secara berurutan
ý    Pasang dua infuse dengan iv catheter yang berukuran besar. Dahulu ada pemikiran untuk membatasi cairan pada penderit cedera kepala. Sudah dibuktikan bahwa bahaya terjadinya bengkak otak lebih sering disebabkan oleh hipotensi dibandingkan pemberian cairan
MASALAH YANG POTENSIAL
Selalu antisipasi adanya cedera spinal pada penderita cedera kepala
ý    Kejang. Cedera kepala, khususnya perdarahan intrakranial, dapat menyebabkan kejang. Penderita kejang menjadi hipoksia dan hipertermia, jadi kejang yang terus menerus dapat memperburuk keadaan. Anda dapat memberikan obat-obatan intravena untuk mengendalikan kejang. Tidak jarang bahwa kejang berhubungan dengan pernafasan yang buruk, jadi harus selalu bahwa oksigenasi dan ventilasi sangat penting.
ý    Muntah. Hampir semua penderita cedera kepala akan mengalami muntah. Anda harus selalu waspada untuk mencegah aspirasi. Jika penderita tidak sadar, harus di intubasi. Disamping itu siapkan suction mekanik dan siapkan penderita untuk di log-roll ke salah satu sisi (pertahankan immobilisasi terhadap cervical spine)
ý    Keadaan perburukan yang cepat. Seorang penderita yang cepat memperlihatkan perburukan tanda vital atau cedera otak yang progesif memburuk (cth dilatasi pupil, postur dekortikasi atau deserebrasi) harus segera dikirimkan ke pusat trauma. Ini merupakan keadaan dimana hiperventilasi masih merupakan indikasi hiperventilasi, walaupun diketahui dapat menyebabkan iskemia, dapat mengurangi bengkak otak sementara. walaupun ini merupakan usaha yang sia-sia tetapi hal ini dapat memberikan waktu untuk membawa penderita ke meja operasi sebagai tindakan penyelamatan hidup. Anda juga dapat memberikan mannitol atau furosemid secara intravena. Lakukan pemberitahuan ke rumah sakit yang dituju agar dipersiapkan ahli bedah saraf dan kamar operasi sehingga semuanya telah siap pada saat anda tiba
ý    Shock. Pikirkan perdarahan atau shock spinal
ý    Gangguan metabolik. Ingat pemberian naloxon (narcan) pada penderita dengan ganguan status mental jika dicurigai adanya penggunaan obat narkotika. Ingat pemberian thiamine dan dekstrosa pada penderita diabetes dengan gangguan kesadaran, alkoholik atau penderita yang mungkin mengalami hipoglikemia.
KESIMPULAN
Cedera kepala merupakan komplikasi trauma yang serius. Agar memberikan terbaik untuk sembuh bagi penderita, anda harus terbiasa dengan anatomi penting pada kepala dan system susunan saraf pusat, dan memahami bagaimana penampilan klinis utama pada berbagai bagian tubuh. Hal terpenting pada penatalaksanaan cedera kepala adalah pemeriksaan yang cepat, penatalaksanaan jalan nafas yang baik, pencegah hipotensi, rujukan segera ke pusat trauma, dan pemeriksaan yang berulang-ulang. Juga pencatatan hasil pemeriksaan yang demikian penting untuk pengambilan keputusan dalam penatalaksanaan penderita. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar